Konsep being dalam "to have or to be" Erich Fromm

Respati, Robertus Theo Elno (2017) Konsep being dalam "to have or to be" Erich Fromm. Undergraduate thesis, Widya Mandala Catholic University Surabaya.

[thumbnail of ABSTRAK]
Preview
Text (ABSTRAK)
ABSTRAK.pdf

Download (661kB) | Preview
[thumbnail of BAB 1]
Preview
Text (BAB 1)
BAB I.pdf

Download (236kB) | Preview
[thumbnail of BAB 2] Text (BAB 2)
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (387kB)
[thumbnail of BAB 3] Text (BAB 3)
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (534kB)
[thumbnail of BAB 4] Text (BAB 4)
BAB IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (389kB)

Abstract

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk merefleksikan situasi zaman dewasa ini. Penulis melihat bahwa situasi zaman dewasa ini semakin didominasi oleh keinginan untuk memiliki lebih. Keinginan ini sangat tidak masuk akal karena orang didorong untuk memiliki sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi kebutuhannya. Bahkan, manusia modern cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan sesuatu yang mereka miliki. Tujuan hidup manusia direduksi hanya pada kenikmatan materi yang tiada habisnya. Pengaruh kapitalisme modern yang merasuk ke dalam semua aspek kehidupan manusia menjadi penyebab terjadinya situasi ini. Kehadiran kapitalisme mengubah orientasi manusia pada materi, apalagi dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Manusia seolah bebas menentukan pilihan-pilihan dalam hidupnya. Namun, sebenarnya pilihan-pilihan tersebut telah ditentukan oleh sistem yang berlaku. Hal inilah yang menyebabkan manusia teralienasi dari kehidupannya. Konsumsi dan alienasi menjadi karakter yang utama di abad modern ini. Salah satu filsuf yang mengkritik situasi zaman ini ialah Erich Fromm. Ia mengajukan gagasannya tentang konsep being yang dibahas dalam To Have or To Be (1976). Rumusan masalah yang ingin dijawab dalam karya tulis ini ialah apa itu konsep being dalam To Have or To Be Erich Fromm. Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menganalisa pemikiran Erich Fromm secara kritis dan sistematis. Dengan menjawab pertanyaan ini, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan kritik sekaligus sumbangsih bagi masyarakat dewasa ini. Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini ialah studi pustaka dengan sumber utama dari buku To Have or To Be (1976) karya Erich Fromm. Dari hasil studi pustaka, penulis menemukan bahwa konsep being yang diajukan oleh Erich Fromm berkaitan dengan dua modus eksistensi manusia yaitu being dan having. Keduanya menentukan karakter sosial dan karakter individu manusia. Orientasi hidup manusia juga berakar dari kedua modus eksistensi tersebut. Manusia dapat menentukan pilihan untuk menjadi semakin being atau semakin having. Erich Fromm mendefiniskan being sebagai sebuah proses, aktivitas, dan gerak. Definisi ini menunjukkan bahwa kehidupan bukan sesuatu yang berhenti, tetapi terus berproses. Erich Fromm mengartikan being dalam dua pengertian. Pertama, being sebagai eksistensi yang berbeda dengan having. Being mencakup keseluruhan realitas manusia, sedangkan having hanya merujuk pada benda. Kedua, being sebagai melampaui sesuatu yang nampak. Artinya, manusia dapat menyembunyikan diri di balik penampilan fisik dan perilakunya. Dengan demikian, being lebih rumit dan kompleks dibandingkan dengan having karena ia bukan sesuatu yang nampak seperti benda. Selanjutnya, Erich Fromm menunjukkan sifat utama being yaitu aktif. Keaktifan diartikan bukan sebagai aktivitas fisik, tetapi aktivitas batin. Syarat being adalah mandiri, bebas, dan kritis. Dalam hal ini diperlukan penggunaan akal budi untuk dapat memahami realitas manusia secara lebih mendalam. Selain itu, relasi dengan sesama juga membantu mengungkapkan realitas hidup yang sebenarnya. Erich Fromm juga menunjukkan aspek dari being yaitu kemauan untuk memberi, berbagi, dan berkurban. Aspek being ini lebih banyak ditemukan dalam situasi perang dibandingkan situasi damai. Pemikiran Erich Fromm ini bermuara pada terwujudnya sebuah masyarakat baru yang disebut dengan masyarakat being. Dari masyarakat being inilah akan muncul manusia-manusia baru yang mendasarkan hidupnya pada being. Manusia baru ini tidak menggantungkan hidupnya pada benda, tetapi pada dirinya sendiri. Setiap tindakan yang dilakukan berangkat dari dalam dirinya, bukan dari luar dirinya. Masyarakat being mengarahkan manusia untuk dapat mencapai kebahagiaan sejati. Erich Fromm mengartikan kebahagiaan sejati sebagai sebuah proses bertumbuh dalam kehidupan ini. Penulis menemukan tiga relevansi dari konsep being Erich Fromm bagi masyarakat dewasa ini. Pertama, modus eksistensi being menjadi jawaban atas situasi masyarakat yang cenderung didominasi oleh modus eksistensi having. Kedua, relasi menjadi syarat penting dalam memahami sebuah realitas khususnya dalam memilih pemimpin. Ketiga, pilihan atas modus eksistensi being membawa manusia kepada kebahagiaan sejati. Konsep being juga sangat relevan dengan nilai-nilai Kristiani. Hal ini dapat ditemukan dalam kutipan-kutipan kitab suci yang menekankan pentingnya menggantungkan diri bukan pada materi.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Department: ["eprint_fieldopt_department_Faculty of Philosophy" not defined]
Uncontrolled Keywords: Being, having, kapitalisme, aktif, masyarakat baru, manusia baru
Subjects: Philosophy
Divisions: Faculty of Philosophy > Philosophy Science Study Program
Depositing User: Users 4203 not found.
Date Deposited: 12 Jun 2017 03:18
Last Modified: 12 Jun 2017 03:18
URI: http://repository.ukwms.ac.id/id/eprint/11002

Actions (login required)

View Item View Item