Malum dalam Perspektif metafisika Thomas Aquinas (Suatu telaah De malo, Quaestio 1)

Herjanto, Titus Noveno (2017) Malum dalam Perspektif metafisika Thomas Aquinas (Suatu telaah De malo, Quaestio 1). Undergraduate thesis, Widya Mandala Catholic University Surabaya.

[thumbnail of ABASTRAK]
Preview
Text (ABASTRAK)
ABSTRAK.pdf

Download (631kB) | Preview
[thumbnail of BAB 1]
Preview
Text (BAB 1)
BAB I.pdf

Download (318kB) | Preview
[thumbnail of BAB 2] Text (BAB 2)
BAB II.pdf
Restricted to Registered users only

Download (290kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB 3] Text (BAB 3)
BAB III.pdf
Restricted to Registered users only

Download (392kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB 4] Text (BAB 4)
Bab IV.pdf
Restricted to Registered users only

Download (462kB) | Request a copy
[thumbnail of BAB 5]
Preview
Text (BAB 5)
BAB V.pdf

Download (309kB) | Preview

Abstract

Latar belakang skripsi ini adalah keinginan penulis memahami hakikat malum. Keinginan tersebut penulis wujudkan melalui pemikiran metafisika Thomas Aquinas yang secara khusus membahas malum. Metafisika Thomas berguna untuk memahami realitas secara hakiki. Seseorang yang percaya eksistensi Tuhan sebagai Dia yang Maha Baik, percaya pula hakikat segala sesuatu (ciptaan) baik adanya. Sementara itu tidak bisa menyangkal pula adanya fenomena keburukan sebagai lawan kebaikan. Keburukan mudah dikenali namun sulit didefinisikan justru karena ia berakar di keseluruhan ‘yang-ada’. Keburukan (malum) adalah suatu konsep besar yang memuat segala bentuk realitas negatif (yang buruk, yang tidak adil, yang tak bermoral dan penderitaan). Lantas bila malum adalah bagian dari keseluruhan ‘yang-ada’, yang baik, yang menjadi pertanyaan ialah ‘apa itu malum?’ Pertanyaan ini mengandaikan kajian malum secara metafisis (malum metaphysicum), melampaui pemahaman fisik, biologis, ekonomis dan psikologis semata. Metafisika mempersoalkan hakikat dari segala yang ada, yang dapat dipahami manusia, tak terkecuali malum. Thomas Aquinas berusaha menyelidiki secara filosofis ‘apa itu malum’. Pemikirannya berangkat dari keyakinan bahwa segala sesuatu diciptakan Tuhan baik adanya. Tuhan sendiri adalah sumber kebaikan. Malum harus dipahami sebagai bagian kecil dari kebaikan yang lebih besar. Malum ialah semacam parasit yang menempel pada kebaikan. Lebih lanjut Thomas menjelaskan kemunculan malum sebagai akibat ketidakhadiran kebaikan (absence of goodness). Dengan demikian malum bukanlah sesuatu yang eksis pada dirinya sendiri. Penjelasan Thomas terhadap malum yang menggunakan perspektif metafisis bernuansa teistik menggugah penulis untuk mendalami dan menuangkannya dalam skripsi ini. Skripsi ini bertujuan memberikan titik pijak yang rasional, radikal dan dapat dipertanggungjawabkan sehubungan dengan malum. Selain itu, titik pijak ini dapat mendorong kajian tentang malum yang disebabkan tindakan manusia (malum morale). Kebaikan merupakan nilai yang dikehendaki semua ‘yang-ada’. Kehendak manusia secara alamiah terarah pada kebaikan. Kebaikan yang dikehendaki dapat menghasilkan tindakan. Tindakan yang tidak terarah pada tujuan akhir adalah buruk secara moral (malum culpae). Demikianlah tak terhindarkan bagi penulis mempertanyakan ‘apa itu malum culpae’. Penulis melakukan studi pustaka terhadap karya Thomas, De malo. Buku tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Richard Regan dan diterbitkan Universitas Oxford tahun 2003. Karya Thomas yang lain seperti Summa Theologiae ikut memperkaya skripsi ini. Di samping itu masih ada banyak sumber lain dari para komentator Thomas, jurnal ilmiah maupun beberapa buku sebagai suplemen. Dari hasil belajar terhadap pemikiran Thomas ini, penulis membuat beberapa kesimpulan. Pertama, segala sesuatu yang diciptakan Tuhan adalah baik. Kebaikan ini adalah kebaikan metafisis, yakni berada secara hakiki pada semua hal. Sebaliknya Tuhan tidak menciptakan malum. Dengan demikian malum bukanlah entitas atau suatu hal yang eksis pada dirinya sendiri. Dengan menjelaskan bahwa malum bukan entitas, Thomas menghindari adanya dualisme ciptaan, yakni malum sebagai ‘sesuatu’ yang berlawanan dengan kebaikan. Kedua, sebagai non-entitas, malum hanya bisa dipahami sejauh adanya kebaikan. Malum hanya dipahami sejauh kurangnya kebaikan partikular pada ciptaan. Thomas mengistilahkan hal ini sebagai privatio boni atau privation of goodness. Ketiga, malum bisa ada dalam kebaikan. Kebaikan dapat menyebabkan malum, namun hanya secara aksidental sebagaimana tidak dimaksudkan itu terjadi. Keempat, malum dapat dibagi menjadi dua: kejahatan moral (malum culpae) dan hukuman. Malum sebagai kejahatan moral dilakukan rational being yang memiliki kehendak bebas, yakni manusia. Sebagai makhluk rasional, manusia memahami adanya keterarahan secara alamiah pada tujuan akhir sesuai kodratnya. Namun kehendak bebasnya bisa menolak mematuhinya. Dari sinilah kejahatan moral terjadi. Akibatnya, untuk mengekang kecenderungan kehendak bebasnya terhadap kejahatan diperlukan hukuman. Kelima, hukuman sebagai malum bukanlah tujuan pada dirinya sendiri. Hukuman diadakan bukan untuk menyakiti semata, melainkan menciptakan keadilan dan kebaikan yang lebih besar. Entah untuk pelaku, korban maupun orang lain. Menurut Thomas, nampak bahwa kejahatan moral mengandung malum lebih besar dari pada hukuman. Sebab kejahatan moral dapat menghilangkan keterarahan pelaku maupun korban pada tujuan akhir kodrat manusia, yakni kebahagiaan dan persatuan dengan Tuhan. Keenam, seseorang yang melakukan malum culpae, apapun intensi dan situasinya, tidak dapat dibenarkan. Alasannya ia merusak keterarahan alamiahnya pada tujuan akhir. Atas dasar ini dapatlah kemudian diyakini adanya sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri (malum intrinsicum). Dikatakan demikian karena dalam wilayah pramoral, seseorang sudah dapat mengetahui dan menilai secara apriori suatu hal sebagai buruk pada dirinya sendiri. Sementara itu, Tuhan bukanlah penyebab langsung dari malum poenae (keburukan pada jasmani). Meski demikian tidak dapat dipungkiri bahwa keharmonisan alam menuntut adanya tingkatan kebaikan. Semuanya seolah tersusun secara hierarkis, mulai dari yang paling sederhana dan nampaknya buruk hingga yang paling sempurna. Hierarki ini nampaknya dikehendaki oleh Sang Pencipta. Adanya malum poenae ialah dalam rangka kebaikan semesta. Dalam konteks ini Tuhan hanya menyebabkan malum poenae per accidens.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Department: ["eprint_fieldopt_department_Faculty of Philosophy" not defined]
Uncontrolled Keywords: Filsafat, Metafisika, Kajian atas Malum (Kejahatan dan Penderitaan)
Subjects: Philosophy
Divisions: Faculty of Philosophy > Philosophy Science Study Program
Depositing User: Titus Noveno Herjanto
Date Deposited: 16 Jun 2017 05:47
Last Modified: 11 Dec 2017 08:10
URI: http://repository.ukwms.ac.id/id/eprint/11079

Actions (login required)

View Item View Item